Connect with us

Ekonomi

Bank Indonesia Ogah Disuruh Cetak Uang Rp 600 Triliun untuk Tangani Covid-19

Published

on

BEKESAH.co- Dewan perwakilan rakyat (DPR) mengusulkan kepada pemerintah dan bank sentral untuk mencetak uang Rp 600 triliun. Hal ini dilakukan sebagai cara penanganan dampak pandemi COVID-19 yang terjadi di Indonesia.

Namun Bank Indonesia (BI) menolak mentah-mentah usulan tersebut. Pasalnya saat ini pengedaran uang sudah berada dalam sistem yang benar dan sesuai dengan praktik kebijakan moneter. BI juga menyebut jika pencetakan uang untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat bukanlah hal yang lazim dalam kebijakan moneter.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan bagaimana cara bank sentral dalam melakukan kebijakan dan operasi moneter.

“Sekarang kita mendengar ada sejumlah pandangan, untuk mengatasi COVID-19 ini BI cetak uang saja. Kemudian dikucurkan ke masyarakat dan tidak usah khawatir inflasi. Ini mohon ya, pandangan-pandangan itu tidak sejalan dengan praktik moneter yang lazim. Mohon maaf nih, supaya masyarakat tidak tambah bingung,” kata Perry dalam video conference, Rabu (6/5/2020).

Advertisement

Dia menjelaskan BI tidak akan melakukan pencetakan uang karena bukan praktik kebijakan moneter. “Masyarakat ini sudah diberikan pemahaman dan pandangan BI cetak uang mohon deh, itu bukan praktik kebijakan moneter, juga tidak akan dilakukan oleh BI,” jelas dia.

Perry menjelaskan saat ini jenis uang terdiri dari uang kartal dan giral. Uang kartal merupakan uang kertas dan logam yang ada di dompet masyarakat. Sedangkan uang giral uang yang berada di sistem perbankan seperti di dalam rekening giro, deposito, rekening bank dan saat ini juga ada uang elektronik.

Dalam mengedarkan uang, BI melakukan kegiatan tersebut sesuai dengan Undang-undang mata uang. Mulai dari perencanaan, pencetakan, pemusnahan uang dan selalu dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan.

Selain itu proses tersebut selalu menggunakan tata kelola yang baik dan selalu diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pengedaran selalu dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dan selalu ada dalam sistem keuangan baik penarikan maupun penyetoran.

Advertisement
Baca Juga  Pengusaha Tahu Tempe di Bontang Ini Kehilangan Omzet hingga Rp 30 Juta per Bulan

Misalnya jika masyarakat membutuhkan uang maka dilakukan penarikan dari rekening bank, jika berlebih disetorkan ke bank. Jika bank berlebih maka akan disetor ke BI. Inilah yang disebut proses pengedaran uang.

“Nggak ada pengedaran uang di luar ini. Eh BI cetak uang saja terus kasih ke masyarakat. Ya ora ono kuwi, nggak ada itu. Jadi jangan punya pikiran macam-macam. Jadi mohon lebih baik jangan tambah kebingungan masyarakat. Seperti bilang BI cetak uang saja untuk menangani COVID. Proses pengedaran uang sudah ada,” jelas dia.

Dia mengatakan, kondisi saat ini ialah kegentingan yang memaksa. Menurutnya, perlu peran BI untuk membantu pemerintah dalam mengatasi dampak Corona.

“Karena kegentingan memaksa tahun ini saja supaya apa yang direncanakan dimasukkan refocusing, realokasi dilakukan pemerintah Rp 405 triliun berjalan sesuai target pemerintah maka perlu BI diharapkan peran sentralnya sebagai the last resource, nyetak uang doang Rp 600 triliun tapi dengan bunga 2,5 persen,” jelasnya.

Advertisement

“Kita mengimbau BI ya 2,5 persen dong bunganya ini namanya sharing the pain,” imbuhnya.

Menurutnya, jika uang yang dicetak banjir dan mengerek angka inflasi, BI bisa menaikkan giro wajib minimum (GWM) di tahun depan.

“Kalau nyetak uang Rp 600 triliun, kalau kemudian banjir inflasi terlalu tinggi, kan tinggal menaikkan GWM lakukan lagi tahun depan pengetatan,” tutupnya.(*)

 

Advertisement
Sumber: Detik
Continue Reading
Advertisement