Connect with us

Ekonomi

Balada Corona, THR pun Bisa Dicicil atau Ditunda

Published

on

BEKESAH.co- Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah merilis Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Salah satu poin penting dalam SE itu adalah pengusaha dapat menunda pembayaran THR Keagamaan.

“Kepada Gubernur untuk memastikan perusahaan agar membayar THR Keagamaan kepada pekerja atau buruh sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” tulis Ida dalam Surat Edaran tersebut, dikutip Kamis (7/5/2020).

Bagi perusahaan yang tidak mampu membayar THR Keagamaan pada waktu yang ditentukan, dapat mencari solusi melalui proses dialog antara pengusaha dan pekerja atau buruh. Dialog pun mesti dilakukan secara kekeluargaan, dilandasi dengan laporan keuangan internal perusahaan yang transparan, dan itikad baik untuk mencapai kesepakatan.

Namun jika perusahaan memang tidak sanggup membayar THR penuh pada waktu yang ditentukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, maka pembayaran THR dapat dilakukan secara bertahap.

Advertisement

“Bila perusahaan tidak mampu membayar THR secara penuh pada waktu yang ditentukan, maka pembayaran THR dapat dilakukan penundaan sampai dengan jangka waktu tertentu yang disepakati. Kesepakatan akan mencakup waktu dan cara pengenaan denda keterlambatan pembayaran THR Keagamaan,” tulis Ida.

Selain itu, kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh itu harus dilaporkan oleh perusahaan kepada dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang ketenagakerjaan setempat.

Kesepakatan mengenai waktu dan cara pembayaran THR Keagamaan dan denda tidak menghilangkan kewajiban perusahaan membayar THR Keagamaan dan denda kepada pekerja atau buruh dengan besaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, serta dibayarkan pada 2020.

Kemenaker juga meminta kepada gubernur di masing-masing provinsi untuk membentuk Pos Komando (Posko) THR Keagamaan Tahun 2020 dengan memperhatikan prosedur/protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19. Tujuannya guna mengefektifkan pelaksanaan pemberian THR Keagamaan tahun ini. Para Gubernur juga diminta menyampaikan SE ini kepada Bupati/Walikota serta pemangku kepentingan terkait di wilayah terkait.

Advertisement
Baca Juga  30 PNS Bontang Tak Kebagian THR Lebaran

Surat edaran ini ditujukan kepada para gubernur di seluruh Indonesia dan ditembuskan ke presiden dan wakil presiden, menteri, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), dan pimpinan konfederasi serikat pekerja atau serikat buruh.

Wakil Ketua Umum DPN Asosiasi Pengusaha Indonesia Shinta Kamdani merespons penerbitan SE Menaker tersebut.

“SE ini arahnya mendorong manajemen perusahaan dan pekerja untuk berdialog membahas THR. Jika terdapat kesepakatan dan tertulis maka mengikat pihak-pihak dengan kuat dan hasil kesepakatan tertulis itu dilaporkan ke Kemenaker,” kata Shinta.

“Masalahnya kalau tidak ada kesepakatan, maka urusan ke PHI (Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial), artinya SE itu akan kalah dengan PP (Peraturan Pemerintah) dan UU (Undang-Undang). Tapi jika pihak-pihak bersepakat, maka dokumen kesepakatan itu derajatnya lebih tinggi,” lanjutnya.

Advertisement

SE ini memang sudah lama dinantikan kalangan pengusaha agar ada kejelasan. Pasalnya, proses pembicaraan antara kedua belah pihak, yakni pengusaha dan buruh juga memerlukan waktu, sehingga keluarnya SE itu setidaknya bisa menjadi dasar hukum.

“Selama ini memang perusahaan sudah melakukan upaya untuk kesepakatan secara bilateral, namun ada saja yang menemui kendala karena pekerja mungkin sulit menerima. Nah ini yang perlu di fasilitasi oleh Kemenaker. Harapan kami dengan surat imbauan ini pekerja bisa terdorong untuk mengerti situasi perusahaannya dan mencari titik temu,” kata Shinta yang juga CEO Sintesa Group itu.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menolak keras SE itu. Ini karena SE itu bertentangan dengan PP No 78 Tahun 2015 tentang pengupahan yang mengatur kewajiban pengusaha untuk membayar THR minimal sebesar satu bulan upah tersebut.

Said meminta kepada pemerintah untuk mencabut SE itu dan agar THR harus dibayar 100% kepada buruh yang masuk kerja, buruh yang diliburkan, dan buruh yang dirumahkan, dan buruh yang di-PHK dalam rentang waktu H-30 dari lebaran karena adanya dampak Covid-19.

Advertisement
Baca Juga  Kampung Sidrap Batal jadi Milik Bontang, Mahkamah Agung Tolak Gugatan Pemkot

“Jadi isi dari surat edaran Menaker tersebut harus ditolak, dan pengusaha tetap diwajibkan membayar 100%. Tidak membuka ruang untuk dibayar dengan cara dicicil, ditunda, dan dibayar di bawah 100%,” kata Said dalam rilisnya, Kamis (7/5/2020).

“Lebaran adalah waktu yang sangat penting dan penuh kebahagiaan yang dirayakan masyarakat Indonesia termasuk buruh. Jadi sungguh ironis jika THR dicicil atau ditunda, atau nilainya di bawah 100 persen,” lanjutnya.

Oleh karena itu, KSPI akan mengambil langkah tegas terhadap SE itu dengan menggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), karena bertentangan dengan PP No. 78 Tahun 2015. KSPI juga membuka pengaduan buruh melalui Posko THR dan Darurat PHK di 30 Provinsi di Indonesia.(*)

 

Advertisement
Sumber: CNBC Indonesia