Bontang
3 Fase Kopi Ubah Gaya Hidup Milenial Bontang
BEKESAH.co, Bontang– Selalu ada ajakan “Ngopi Yuk” ketika akan berkumpul atau kongkow bareng kawan-kawan. Ngopi atau ritual minum kopi selalu menjadi kata generik dalam menafsirkan pertemuan entah itu di warung kopi atau tempat manapun. Yang penting selalu kata-katanya ngopi yuk.
Untuk anak milenial Bontang yang lahir dekade 80 sampai 90an mungkin akan mengalami fase perubahan tempat kongkow untuk ngobrol atau sekedar mengisi mulut dengan cemilan. Fase pertama adalah fase “ngopi” di warung-warung ditemani nasi kuning atau “wadai”, fase kedua adalah tempat “ngopi” dengan jus dan pisang keju di Pujasera Bontang Kuala sambal menikmati angin dan aroma laut. Fase ketiga “ngopi” yang memang dilakukan di warung kopi yang bertransformasi menjadi coffea shop yang lebih moderen.
Pertumbuhan “Kedai Kopi” di Kota Bontang cukup menggembirakan karena pola hidup masyarakat telah menjadi gaya hidup perkotaan. Bekerja, belajar dan nongkrong di kedai kopi untuk sekedar ngobrol dengan kawan-kawan. Hampir setiap saat ada saja “Kedai Kopi” yang buka dengan tema dan sajian yang terbilang unik. Sebut saja masalah cinta, kenangan sampai hati menjadi tema kopi.
Sebenarnya Bontang sejak dahulu sudah memiliki sejarah kopi. Jika ada yang tinggal di daerah Tanjung Laut pada medio 90an banyak pohon kopi yang disandingkan dengan tanaman kakao, pemandangan menjemur kopi dan kakau di depan rumah adalah hal lumrah. Daerah tetangga Bontang seperti Teluk Pandan dan Kandolo komuditas kopi dan kakao merupakan salah satu tanaman yang dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomi yang cukup diperhitungkan pada saat itu. Walaupun saat ini hampir tidak ada saya temui tanaman kopi yang masih dibudidayakan di Bontang.
Saya juga termasuk penikmat kopi yang hampir setiap hari harus mengonsumsi kopi sebagai pendongkrak stamina dan pengusir kantuk. Sehingga setiap “coffea shop” didatangi untuk dicoba cita rasa kopi yang disajikan. Beberapa memang saya akui memiliki cita rasa yang cukup baik sebagai kopi dengan cita rasa premium dan “maaf” selebihnya saya harus katakan rasanya biasa saja . Mungkin ini lebih kepada subyektifitas dan selera saya sehingga bukan opini umum untuk kawan-kawan.
Beberapa kali saya amati ketika ke kedai kopi adalah mencoba memperhatikan setiap orang yang datang ke kedai kopi, usianya cukup beragam dari balita sampai dewasa. Kita dapat melihat tipe pelanggan dari waktu yang berkunjung. Pada siang hari kedai kopi banyak diisi para Ibu muda yang mempunyai balita usia sekitar 2 tahun kebawah, sehingga pola asuh anak dilakukan dikedai kopi sambal mengobrol dengan komunitas Ibu muda lainnya. dugaan saya mereka adalah istri-istri karyawan yang bergaji lumayan besar sehingga waktu santai bisa dilakukan di kedai kopi, dan hampir tidak ada mereka memesan kopi. Beranjak sore kedai kopi banyak diisi oleh karyawan kerja baik pegawai negeri atau swasta bahan obrolannya tidak jauh dari lingkungan kantor bisa pekerjaan atau menggosipkan bos. Malam hari berbagai kalangan usia sudah menjadikan tempat kedai kopi adalah tempat makan malam, ngobrol, mengerjakan tugas sekolah, bermain game online atau berselancar ria di internet.