Connect with us

Ekonomi

Pertamina Beber Alasan Rugi Rp 11 Triliun

Published

on

BEKESAH.co– Kerugian PT Pertamina (Persero) menjadi sorotan banyak pihak, termasuk Komisi VII DPR RI. Bagaimana tidak, pada semester I-2020 Pertamina rugi US$ 767,92 juta atau setara Rp 11,13 triliun (kurs Rp 14.500/US$).

Pada rapat kerja antara Komisi VII dan Menteri ESDM Arifin Tasrif, Anggota Komisi VII Fraksi PKB Ratna Juwita Sari meminta penjelasan terkait masalah tersebut.

“Mungkin ini agak sedikit di luar dari laporan apa yang disampaikan tapi penting sekali bagi kita apalagi rapat terbuka. Bagaimana menurut penjelasan Pak Menteri sendiri terkait hari ini marak pemberitaan tentang statement Pertamina yang sudah mengalami kerugian Rp 11,13 triliun di semester I-2020,” katanya di Komisi VII DPR Jakarta, Rabu kemarin (26/8/2020).

Merespons hal itu, Arifin mengatakan, kerugian Pertamina dipengaruhi sejumlah faktor. Faktor tersebut dari penurunan harga minyak, nilai tukar, hingga menurunnya permintaan.

Advertisement

“Terkait kerugian Pertamina memang kita ketahui minyak turun, demand turun, kursnya juga terguncang walaupun harga minyak tidak turun pada batasan sekarang. Tapi konsumsi tidak kembali seperti semula,” terang Arifin.

“Jadi begini dari pemaparan bapak secara sederhana, dalam hal ini memaklumi kerugian Pertamina begitu?” timpal Ratna.

Arifin menjawab, secara umum dirinya memaklumi. Dia bilang, semua perusahaan juga mengalami kerugian.

“Secara general kita bisa memaklumi karena semua perusahaan terdampak tapi secara perhitungan, yang menghitung yang bisa mengeluarkan angkanya,” terang Arifin.

Advertisement

Pertamina Buka-bukaan Penyebab Rugi

Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini membenarkan soal kerugian tersebut. Dia mengatakan, ada tiga faktor yang menyebabkan kerugian Pertamina menyentuh angka Rp 11 triliun.

“Izin menjelaskan, betul pak, posisi first half 2020 mencatatkan rugi, rugi kurang lebih US$ 707 juta. Itu penyebab utamanya tadi disampaikan Pak Menteri betul sekali ada tiga, kalau kita menyebutnya triple shock,” katanya.

Baca Juga  7 Tahun Lagi Cadangan Migas Pertamina Habis

Faktor pertama, dia menjelaskan, karena menurunnya permintaan. Dia bilang, kondisi kali ini berbeda dengan krisis-krisis sebelumnya di mana biasanya Pertamina dihadapkan pada tekanan harga minyak mentah dan nilai tukar.

“Sekarang demand yang berdampak signifikan pada revenue kita, itu pertama, kondisi kali ini bahkan lebih berat dari kondisi financial krisis,” terangnya.

Advertisement

Faktor kedua ialah nilai tukar atau kurs. Emma mengatakan, keuangan Pertamina dibukukan dalam kurs dolar Amerika Serikat (US$).

“Ini menimbulkan komposisi rugi kurang lebih 30-40% dari kerugian kita,” terangnya.

Emma mengatakan faktor ketiga adalah melemahnya harga minyak dunia. Hal ini berpengaruh pada sektor hulu yang berkontribusi besar pada penerimaan Pertamina.

“Yang ketiga ini terkait dengan crude, dengan melemahnya crude price di second quarter menyentuh angka US$ 19-20 pak dibandingkan posisi Desember US$ 63 per barel kita sangat terdampak sekali pada margin di hulu,” terangnya.

Advertisement

“Padahal margin di hulu penyumbang kontributor EBITDA terbesar 80%. Dari ini jadi tiga faktor sangat signifikan terdampak,” tambahnya.

Ada Peran Pemerintah?

Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) memberi kontribusi pada kerugian Pertamina. Emma menjelaskan, nilai tukar memberikan dampak signifikan karena pencatatan keuangan Pertamina dalam dolar AS. Pencatatan menggunakan dolar AS ini memberikan dampak pada piutang Pertamina kepada pemerintah.

Buku kita fundamentalnya adalah dolar AS. Semua pencatatan dibukukan dolar AS dan terdampaknya signifikan oleh piutang kita kepada pemerintah dalam IDR (rupiah),” kata Emma.

Lanjutnya, utang kompensasi pemerintah atas selisih harga jual eceran (HJE) mencapai Rp 96 triliun dan subsidi lebih dari Rp 13 triliun. Utang ini mewakili kurang lebih 60% rugi kurs Pertamina.

Advertisement

“Jadi secara rugi kurs translasi itu utang kita kalau tadi kompensasi HJE Rp 96 triliun juga piutang subsidi kurang lebih Rp 13 triliun itu sudah me-represent kurang lebih 60% rugi kurs translasi kita,” ujarnya.

Baca Juga  Ini Tanggapan Fore Coffea Citimall soal Diskriminasi Wanita Berhijab

Dia mengatakan, pembayaran utang pemerintah akan sangat membantu Pertamina. Sebab, tekanan dari kurs ini sangat besar.

“Jadi kalau pemerintah dengan dukungan bapak ibu di Komisi VII akan melakukan pembayaran akan sangat membantu kami menekan rugi kurs translasi karena ini magnitude besar. Kami melakukan hedging di market pun tidak ada flow-nya, tidak liquidity di market untuk hedging mitigasi kurs currency Rp 100 triliun lebih pak,” katanya.

“Ini menimbulkan komposisi rugi kurang lebih 30-40% dari kerugian kita,” imbuh Emma.

Advertisement

Sumber: Detik