Connect with us

Headline

Jelang Lahiran, Ibu Ini Ditolak Diperiksa Karena Belum Rapid Test Sampai Bayinya Meninggal

Published

on

BEKESAH.co– Tangis Gusti Ayu Arianti (23) pecah saat mengetahui kenyataan anak yang dilahirkannya dinyatakan meninggal dunia, Selasa (18/8/2020)

Padahal, selain menanti-nanti kedatangan buah hatinya, Arianti juga telah menyiapkan sebuah nama untuk bayinya, I Made Arsya Prasetya Jaya.

Warga Kota Mataram itu kehilangan bayinya lantaran terlambat mendapatkan pertolongan.

“Ketuban saya sudah pecah, darah saya sudah banyak yang keluar dari rumah, tapi saya tidak ditangani, kata petugas saya harus rapid test dulu, tapi di RSAD tidak ada fasilitas rapid test, saya diminta ke puskesmas untuk rapid test,” kata Arianti

Advertisement

Arianti menceritakan, awalnya ia yang sedang mengandung merasakan sakit perut, Selasa (18/8/2020) pagi. Saat itu ada cairan yang disertai darah keluar.

Bersama suami dan ibunya, Arianti diantar ke RSAD Wira Bhakti Mataram.

Meski telah mengatakan kondisi ketubannya pecah, petugas secara mendadak meminta Arianti melakukan rapid test terlebih dahulu.

“Saya juga lapor kalau ketuban saya pecah dan ada banyak darah,” ujar dia.

Advertisement

“Mereka bilang tidak ada fasilitas rapid test (di tempat tersebut), tapi tidak menyarankan saya rapid test di laboratorium karena akan lama keluar hasilnya,” lanjut Arianti.

Walaupun telah memohon agar tim medis memeriksa kondisi kandungannya, petugas tetap menolak dan meminta Arianti lebih dulu menjalani rapid test di Puskesmas terdekat.

“Mereka minta saya ke puskesmas terdekat dengan tempat tinggal saya, padahal saya sudah memohon agar dilihat kondisi kandungan saya, bukaan berapa menuju proses kelahiran, mereka tidak mau, katanya harus ada hasil rapid test dulu,” tutur Arianti.

Menuju ke Puskesmas hingga rapid test ulang

Arianti, suami dan ibunya pun pulang untuk mengganti pembalut yang penuh dengan cairan dan darah.

Advertisement
Baca Juga  Polres Bontang Dijatah Rp 5,7 Miliar Buat Amankan Pilkada 2020

Setelahnya, mereka pergi ke Puskesmas Pangesangan sesuai instruksi rumah sakit.

Sama dengan di tempat sebelumnya, petugas menolak memeriksa kondisi kandungannya meskipun Arianti memohon-mohon dengan kesakitan.

Petugas memintanya sabar dan mengikuti prosedur rapid test kemudian mengizinkan mendaftar dulu tanpa ikut antrean.

Dalam kondisi kesakitan, Arianti masih harus menunggu hasil rapid test yang keluar dalam 30 menit.

Advertisement

Karena menahan sakit yang tak terkira, Arianti kembali memohon pada dokter di Puskesmas.

“Saya bilang waktu itu, dokter bisa tidak minta tolong, bisa tidak saya diperiksa, kira-kira sudah bukaan berapa, apakah saya akan segera melahirkan soalnya sakit, saya bilang begitu. Dokternya tanya, tadi sudah keluar air dan darah, dia bilang belum waktunya tanpa memeriksa saya, saya diminta tunggu hasil rapid test dulu,” kata Arianti.

Ia pun pulang untuk mengganti pembalut karena tak tahan. Sedangkan ibu Arianti menunggu hasil rapid test di Puskesmas.

Namun, rupanya kondisi itu membuat petugas tidak bisa memberikan surat rujukan agar Arianti ditangani di RSAD Mataram. Sebab, saat itu Arianti pulang.

Advertisement

Karena tak bisa dirujuk ke RSAD Mataram, Arianti dan keluarganya menuju ke RS Permata Hati.

Namun setibanya di sana, surat keterangan rapid test Covid-19 tak diakui karena tak melampirkan keterangan alat rapid test. Sehingga terpaksa, Arianti melakukan tes ulang.

Saat itu kandungan Arianti sempat diperiksa. Dokter menyebut detak jantung bayi yang dikandungnya lemah, namun membaik.

Ariani lega karena dirinya akan segera menjalani operasi dan membayangkan segera bertemu dengan buah hatinya.

Advertisement

Saat menanyakan kondisi bayinya usai melahirkan, dokter mengatakan bayi itu sedang ditempatkan dalam inkubator.

Baca Juga  Update Covid-19 Bontang: 1 Pegawai Faskes Reaktif Rapid Test, Berstatus OTG

Namun kemudian, bayi yang dikandungnya dinyatakan meninggal dunia sejak dalam kandungan.

Ayah kandung Arianti, Ketut Mahajaya menyayangkan tindakan tim medis pada anaknya.

Ia juga mempertanyakan mengapa bayi yang dikandung anaknya disebut meninggal sejak dalam kandungan.

Advertisement

“Kalau memang meninggal tujuh hari lalu, kan akan berbahaya bagi ibunya, anak saya, akan ada pembusukan, tapi ini tidak demikian, bayi itu sama sekali tak berbau busuk, masih segar, seperti layaknya bayi baru lahir, diagnosa dokter inilah yang kami pertanyakan,” kata Ketut Mahajaya.

“Kami mengikhlaskan apa yang telah terjadi, kami tidak akan menuntut, tapi kami hanya ingin ada perbaikan ke depannya, tangani dulu pasien, utamakan kemanusiaan, jangan mengutamakan rapid test dulu baru tangani pasien,” jelas Mahajaya.(*)

Sumber: Kompas

Advertisement
Continue Reading
Advertisement