Connect with us

Bontang

Bantahan TKW Asal Bontang, Pihak KBRI Tak Pernah Serius Terima Aduannya

Published

on

Bukti percakapan Febri TKW asal Bontang dengan pihak KBRI.

Febri Berharap Disnaker Bontang Tak Langsung Percaya Jawaban KBRI

BEKESAH.co, Bontang – Ayu Febriani kini masih menunggu Pemerintah Kota Bontang bisa membantu memulangkannya. Ia tak kerasan menjadi budak majikannya di Suriah.

Kepada Redaksi Bekesah.co, perempuan yang karib disapa Febri mengisahkan cerita pahit hingga ia jadi budak di negara Timur Tengah rawan konflik Suriah.

Febri sehari-sehari bekerja sebagai driver grab di Bontang sekitar dua tahunan. Penampilannya memang beda dari wanita pada umumnya. Tomboi dan lebih maskulin. Menjadi driver grab bukan pilihan hidupnya. Namun, kesulitan mencari pekerjaan karena tak punya akses orang dalam, sehingga mau tak mau ia harus bekerja lebih keras.

Advertisement

Febri merupakan tamatan di salah satu SMK pelayaran di Bontang. Sebenarnya, ia ingin sekali melanjutkan pendidikannya. Masih berkaitan dengan disiplin ilmu di bidang pelayaran. Namun ia terkendala biaya.

“Karena untuk lanjut sekolah ini kan biayanya besar untuk dapat sertifikat. Apalagi bapak sudah nggak ada,” ujarnya.

Perempuan kelahiran 1997 itu tak kehabisan akal. Ia lantas mencari informasi seputar lowongan pekerjaan lewat media sosial Facebook. Sampai bergabung masuk ke grup Facebook lowongan kerja.

Febri memang punya niatan. Kalau mencari pekerjaan di Bontang sulit, bekerja menjadi TKI barangkali bisa jadi jalan pintas mengumpulkan pundi-pundi.

Advertisement

“Saya posting di grup, nanya apa ada informasi lowongan kerja di luar negeri,” kenang Febri.

Gayung bersambut, seorang pria kemudian menghubungi akun facebooknya melalui pesan singkat. Pria itu bernama Afnan. Dia mengaku memiliki akses jasa penyalur tenaga kerja ke luar negeri. Lokasinya berada di Surabaya.

Berbekal uang tabungan selama menjadi driver grab, Febri tanpa pikir panjang menuju Kota Pahlawan. Setibanya di Surabaya, ia dikenalkan dengan wanita bernama Eli Saraswati.

“Saya dikenalkan lah sama Bu Eli, mas. Dia agensi perseorangan. Bukan perusahaan gitu,” ungkapnya.

Advertisement

Febri ditawari bekerja di Turki. Dengan gaji 400 dollar AS atau sekitar Rp 6 juta. Febri yang polos tak banyak menimbang.

Saat itu, dia tidak memiliki cukup pengetahuan soal pemberlakuan moratorium penempatan TKI di sejumlah negara Timur Tengah. Febri juga tidak menyadari dia akan menjadi korban perdagangan orang.

“Dalam pikiran saya, gajinya lumayan bisa saya gunakan untuk lanjut pendidikan,” ujarnya.

Soal administrasi, sang penyalur rupanya sudah punya jejaring besar. Sindikat ini begitu terorganisir. Febri harus ke Kediri terlebih dahulu untuk mengurus paspor. Pesan Eli kepada Febri jika ditanya urusan keluar negeri, cukup jawab hanya untuk jalan-jalan. Bukan bekerja.

Advertisement

Febri yang begitu polos mengiyakan. Dari Surabaya menuju Jakarta, kemudian tiba di Istanbul, Turki.

Setibanya di negara Recep Tayyip Erdogan, ia disekap oleh beberapa orang setempat. Febri ketakutan. Ingin meminta pertolongan tapi tak ada nyali. Belum lagi ia tak diberi akses berkomunikasi.

Sekitar dua pekan disekap. Ia lalu dikabari akan dipekerjakan di Suriah menjadi asisten rumah tangga (ART). Jika menolak, ia bakal ditinggalkan di bandara seorang diri.

“Sudah di luar negeri dan nggak ada yang saya kenal. Dalam keadaan terdesak saya ikutin jadinya,” kata Febri.

Advertisement

Belakangan, Febri baru mengetahui bukan dipekerjakan lewat jalur resmi. Ia dijual oleh sindikat dari Indonesia yang sudah terorganisir hingga ke negara timur tengah itu sebesar 12 ribu dollar AS atau setara Rp 179 juta.

Sebagai budak yang sudah dibeli, Febri pun diwajibkan untuk mengabdi kepada seorang majikan selama setahun terakhir.

“Gaji saya 300 dollar AS sekitar Rp 4 jutaan. Kecil sekali untuk di sini,” ungkapnya.

Dengan upah segitu, Febri bekerja sekitar 16 jam. Mulai dari pukul 07.00 sampai dengan 23.00.

Advertisement

Setahun bekerja, Febri mulai tak kerasan. Apalagi dihantui suara bom dari Israel yang setahun terakhir terhitung sudah dua kali memborbardir negara tempatnya bekerja. “Saya takut sekali. Saya mau pulang. Mau minta tolong ke pemerintah bantu pulangkan saya,” harapnya.

Febri pernah berbicara dengan sang majikan untuk minta dipulangkan. Majikan beralasan uang yang sudah dikeluarkan sebesar 12 ribu dollar AS untuk membelinya harus dikembalikan. Jika tidak, Febri harus menetap di sana paling tidak selama tiga tahun.

Febri menuturkan sudah beberapa kali menghubungi pihak KBRI di Suriah. Namun, pesannya tak pernah dianggap serius. Bahkan, oknum KBRI mengatakan harus menunggu selama dua tahun.

“Saya banyak bukti aduan saya yang tidak pernah dianggap serius,” ungkapnya.

Advertisement

Salah satu bukti percakapan Febri dak pihak KBRI.

Febri kini menanti dan berharap peran Pemerintah Kota Bontang. Agar ia bisa dipulangkan ke Indonesia. Ia juga meminta Disnaker tak langsung percaya dengan jawaban-jawaban dari pihak KBRI.

Penulis : Ahmad Nugraha

Baca Juga  Kondisi Terkini TKW Asal Bontang, Kirim Video ke Redaksi Bekesah
Baca Juga  TKW Asal Bontang, Kerja 16 Jam Setiap Hari, jadi Budak Majikan di Suriah
Baca Juga  Ini Respons Kementerian Luar Negeri Terkait TKW Asal Bontang yang Mengaku Dijual
Baca Juga  Pemkot Bontang Cari Keberadaan TKW Asal Bontang yang Dijual ke Suriah